Berusaha menghindar dari masalah. Maksimal mengurangi
resiko berkonflik. Hati-hati dalam berucap dan bersikap. Ada saja
“celahnya” kita berbuat salah. Baik itu bersalah pada orang lain, maupun
salah dalam pengertian menjerumuskan diri pada sesutu yang tidak
berguna atau bahkan merugikan.
Saat bersalah pada orang seharusnya kita meminta maaf. Tak
perduli siapun ia dari segi usia, ilmu, status sosial dan ekonomi.
Apakah dia lebih muda, lebih miskin, lebih sedikit ilmu, atau lebih
kecil dalam hal apapun. Ketika kita memiliki salah, maka wajib meminta
maaf padanya.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “
Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat
kesalahan adalah yang bertaubat”. (HR Tirmidzi 2499, Shahih at-Targhib
3139)
Tak perlu gengsi dan malu saat mengakui kesalahan. Total
lah meminta maaf dengan sepenuh hati dan merendahkan diri (tanpa
kesombongan). Karena tak sedikit orang yang meminta maaf atas suatu
kesalahan namun dalam ucapan permintaan maaf ia selipkan pesan
kesombongan dengan menyertakan aneka alibi pembenaran.
“Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang pernah
mempunyai kezhaliman terhadap seseorang, baik terhadap kehormatannya
atau apapun, maka minta halallah darinya hari ini!, sebelum tidak ada
emas dan perak, (yang ada adalah) jika dia mempunyai amal shalih, maka
akan diambil darinya sesuai dengan kezhalimannya, jika dia tidak
mempunyai kebaikan, maka akan diambilkan dosa lawannya dan ditanggungkan
kepadanya”. (Hadits riwayat Bukhari).
Jangan takut menjadi hina saat kita meminta maaf, karena
justeru dengan kebesaran hati meminta mengakui kesalahan itulah
kemuliaan jiwa yang sesungguhnya sedang ditampakkan.
Saudaraku, bila kita masih bernama manusia, maka kesalahan
pasti menjadi salah satu warna dalam catatan sejarah kehidupan kita.
Karena memang manusia adalah tempatnya khilaf dan lupa. Dan sebaik-baik
manusia adalah yang menyesali serta bertaubat dari kesalahannya.
Sebaliknya, saat kita berada di posisi benar bahkan
terdzolimi, dan orang lain meminta maaf setulus hati. Maka selayaknyalah
kita membukakan pintu kerelaan. Sungguh sebuah kemuliaan yang tinggi
ketika kita menyambut penyesalan saudara kita dengan keikhlasan.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu Aanhu, Rasulullah bersabda,
“Barangsiapa yang didatangi saudaranya yang hendak meminta maaf,
hendaklah memaafkannya, apakah ia berada dipihak yang benar ataukah yang
salah, apabila tidak melakukan hal tersebut (memaafkan), niscaya tidak
akan mendatangi telagaku (di akhirat).” (HR Al-Hakim).
“Barangsiapa memaafkan saat dia mampu membalas maka Allah memberinya maaf pada hari kesulitan.” (HR Ath-Thabrani).
“Barangsiapa senang melihat bangunannya dimuliakan,
derjatnya ditingkatkan, maka hendaklah dia mengampuni orang yang
bersalah kepadanya, dan menyambung (menghubungi) orang yang pernah
memutuskan hubungannya dengan dia.“ (HR: Al-Hakim).
“Jika hari kiamat tiba, terdengarlah suara panggilan,
“Manakah orang-orang yang suka mengampuni dosa sesama manusianya?”
Datanglah kamu kepada Tuhan-mu dan terimalah pahala-pahalamu .Dan
menjadi hak setiap muslim jika ia memaafkan kesalahan orang lain untuk
masuk surga.” (HR: Adh-Dhahak dari ibnu Abbas Ra)
Ketika kita sadar bahwa diri kitapun adalah manusia yang
tak bersih dari dosa, pastilah kita juga berhajat pada ampun dan maafnya
orang lain dan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pastilah kita juga akan butuh
pada ridhonya orang yang sudah kita dzalimi dan ampunan Allah Jalla wa
A’la.
Maka, saat diri sudah bisa memantaskan posisi, insya Allah
sifat pemaaf sekaligus mudah meminta maaf akan berpadu menjadi jiwa yang
tentam, damai serta bahagia.
Wallahu a’lam
JENDELA NURANI
(Abdillah Syafei)
(Abdillah Syafei)

Tidak ada komentar