Selain mengikuti kiprah beliau di media, tak kurang dua kali saya bertemu fisik dengan Habib Muhammad Rizieq Shihab, Imam besar Front Pembela Islam (FPI). Di Samarinda saya juga kenal banyak petinggi FPI. Mulai Ketuanya, Imam nya, pengurus hingga laskarnya.
Dari pergaulan yang tidak sekali dan tidak sebentar ini saya melihat bahwa FPI bukanlah organisasi ekstrim dan kasar. FPI bukan organisasi serampangan yang suka menghancurkan. Kalaupun selama ini ada kesan seperti itu, maka itu tak lebih dari propaganda yang sengaja disebarkan oleh sekelompok orang untuk membentuk opini bahwa FPI adalah kelompok manusia bengis dan kejam.
Padahal faktanya?
Aktifitas aksi demonstrasi yang mereka lakukan terhitung sangat sedikit dibanding aksi sosial, pendidikan dan bantuan kepada masyarakat. Namun aksi santun dan lemah lembut yang “ribuan” kali itu hampir tak pernah diberitakan media, sementara aksi yang agak ‘keras’ yang sebulan sekali saja belum tentu ada, itu yang selalu diangkat dan diualang-ulang.
Okelah, saya tak ingin mengulas soal aksi karena itu masih berpeluang dijadikan bahan perdebatan. Saya hanya ingin menceritakan pengalaman saya pribadi. Pengalaman yang pasti tidak bisa dibantah oleh orang lain, karena saya sendiri yang mengalami. Kalau ada orang lain yang mengaku pengalamannya berbeda ya silahkan, tulis saja pengalaman anda itu di lapak sendiri. Jangan kotori lapak saya ini dengan pengalaman apalagi cuma opini anda he he 🙂
Berjumpa pertama kali dengan Habib Rizieq saya terkagum dengan kecintaan beliau pada sunnah Rasulullah. Saat itu beliau akan mengisi pengajian di salah satu masjid di Samarinda. Ketika beliau masuk ke dalam masjid, beliau langsung berjalan menuju ke arah saya, bersalaman dengan saya dan memeluk saya.
Saya sendiri sangat terkejut. Selain karena saya (pasti) tak dikenal secara pribadi oleh beliau saya juga tak menduga jika beliau mendatangi saya yang (padahal) saat itu bukan berada di shaf depan. Saya juga pada awalnya tidak bermaksud hadir ke acara tersebut. Hanya kebetulan ingin melaksanakan shalat isya saja.
Dan kemudian saya menduga (cuma dugaan loh) boleh jadi ini bentuk penghargaan beliau karena saya saat itu saya sedang berpenampilan yang insya Allah cukup “nyunnah”. Saya bergamis dan bersurban. Saya tidak melihat apakah saat itu ada juga yang mengenakan surban seperti saya.
Saya tidak sedang ge’er atau memuji penampilan saya. Tapi yang ingin saya ceritakan adalah perlakuan beliau yang begitu memuliakan sesuatu yang dipandang oleh kaum aswaja sebagai sunnah.
Demikian pula pergaulan saya dengan saudara kita FPI di Kaltim ini. Saya sudah beberapa kali bertemu dan hadir di majelis mereka. Dan masya Allah, ketika kita duduk di majelis mereka, tidak ada sedikitpun kesan ekstrim dari jamaah ini. Ucapan mereka lembut dan sopan, mereka sangat memuliakan tamu, bahkan tidak ada sikap arogan. Yang ada adalah suasana persaudaraan, saling menasihati dengan kesantunan.
Tidak ada doktrin kekerasan apalagi pemberontakan. Justeru mereka sangat peduli dengan bangsa dan negara ini. Mereka sangat prihatin dengan maraknya maksiat dan penyakit masyarakat hingga bangkitnya ajaran sesat, komunisme serta liberalisme yang semuanya itu menurut mereka sangat membahayakan NKRI.
Ya, mereka sebenarnya adalah anak bangsa yang sangat peduli kepada agamanya. Bukan hanya itu, sebenarnya mereka juga sangat peduli kepada bangsa ini, meski dengan yang berbeda agama sekalipun.
Jika kita melihat kadang di lapangan dakwah terjadi gesekan dengan elemen tertentu itu adalah akibat dari sebuah kondisi yang tak bisa dihindari. Mungkin karena kesalahan dilapangan, akibat provokasi, fitnah, hingga serangan para penjahat yang marah kejahatannya dihalangi. Itupun (sebagaimana saya sebutkan di atas) sangat sedikit dibanding aksi kemanusiaan yang tiap hari mereka lakukan tanpa liputan media.
Bandingkan dengan ormas lain yang kerjanya hanya bentrok dan bentrok dengan alasan yang tak jelas dan hampir tak pernah melakukan pembinaan dan aksi sosial di masyarakat kecuali masa kampanye saja. Namun karena yang mereka bela bukan bangsa dan agama, hanya kepentingan politik dan golongan, mereka teramat sangat dimaklumi. Orang tak peduli bahkan menganggap semua itu biasa-biasa saja.
Belum lagi jika kita bicara perang pemikiran dan ideologi, maka sangat wajar jika segala yang berbau Islam akan dirusak citeranya, difitnah dan dirusak nama baiknya, agat umat menjadi alergi hingga ‘membenci’ agamanya sendiri.
Ya, kita memang tak boleh menutupi bahwa organisasi apapun (termasuk FPI) pasti kadang melakukan kesalahan. Ada oknum-oknum yang tidak taat pada aturan lalu bertindak melampaui batas. Juga tak sedikit orang yang kadang mengaku-ngaku anggota FPI, memakai baju FPI, melakukan tindakan tak terpuji, sehingga mencoreng nama baik FPI. Dan itu, menurut sahabat-sahabat saya di FPI sudah pernah terjadi. Berapa kali mereka menangkap orang yang masuk ke dalam demo baik yang dilakukan FPI maupun non FPI, memprovokasi dengan mengenakan baju FPI, padahal bukan anggota FPI.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu melindungi saudara-saudara kita yang ada di FPI, menuntun langkah merek agar selalu dalam kebenaran, dan menjadi salah satu perekat persatuan bangsa dan Umat Islam… Aamiin
Dari pergaulan yang tidak sekali dan tidak sebentar ini saya melihat bahwa FPI bukanlah organisasi ekstrim dan kasar. FPI bukan organisasi serampangan yang suka menghancurkan. Kalaupun selama ini ada kesan seperti itu, maka itu tak lebih dari propaganda yang sengaja disebarkan oleh sekelompok orang untuk membentuk opini bahwa FPI adalah kelompok manusia bengis dan kejam.
Padahal faktanya?
Aktifitas aksi demonstrasi yang mereka lakukan terhitung sangat sedikit dibanding aksi sosial, pendidikan dan bantuan kepada masyarakat. Namun aksi santun dan lemah lembut yang “ribuan” kali itu hampir tak pernah diberitakan media, sementara aksi yang agak ‘keras’ yang sebulan sekali saja belum tentu ada, itu yang selalu diangkat dan diualang-ulang.
Okelah, saya tak ingin mengulas soal aksi karena itu masih berpeluang dijadikan bahan perdebatan. Saya hanya ingin menceritakan pengalaman saya pribadi. Pengalaman yang pasti tidak bisa dibantah oleh orang lain, karena saya sendiri yang mengalami. Kalau ada orang lain yang mengaku pengalamannya berbeda ya silahkan, tulis saja pengalaman anda itu di lapak sendiri. Jangan kotori lapak saya ini dengan pengalaman apalagi cuma opini anda he he 🙂
Berjumpa pertama kali dengan Habib Rizieq saya terkagum dengan kecintaan beliau pada sunnah Rasulullah. Saat itu beliau akan mengisi pengajian di salah satu masjid di Samarinda. Ketika beliau masuk ke dalam masjid, beliau langsung berjalan menuju ke arah saya, bersalaman dengan saya dan memeluk saya.
Saya sendiri sangat terkejut. Selain karena saya (pasti) tak dikenal secara pribadi oleh beliau saya juga tak menduga jika beliau mendatangi saya yang (padahal) saat itu bukan berada di shaf depan. Saya juga pada awalnya tidak bermaksud hadir ke acara tersebut. Hanya kebetulan ingin melaksanakan shalat isya saja.
Dan kemudian saya menduga (cuma dugaan loh) boleh jadi ini bentuk penghargaan beliau karena saya saat itu saya sedang berpenampilan yang insya Allah cukup “nyunnah”. Saya bergamis dan bersurban. Saya tidak melihat apakah saat itu ada juga yang mengenakan surban seperti saya.
Saya tidak sedang ge’er atau memuji penampilan saya. Tapi yang ingin saya ceritakan adalah perlakuan beliau yang begitu memuliakan sesuatu yang dipandang oleh kaum aswaja sebagai sunnah.
Demikian pula pergaulan saya dengan saudara kita FPI di Kaltim ini. Saya sudah beberapa kali bertemu dan hadir di majelis mereka. Dan masya Allah, ketika kita duduk di majelis mereka, tidak ada sedikitpun kesan ekstrim dari jamaah ini. Ucapan mereka lembut dan sopan, mereka sangat memuliakan tamu, bahkan tidak ada sikap arogan. Yang ada adalah suasana persaudaraan, saling menasihati dengan kesantunan.
Tidak ada doktrin kekerasan apalagi pemberontakan. Justeru mereka sangat peduli dengan bangsa dan negara ini. Mereka sangat prihatin dengan maraknya maksiat dan penyakit masyarakat hingga bangkitnya ajaran sesat, komunisme serta liberalisme yang semuanya itu menurut mereka sangat membahayakan NKRI.
Ya, mereka sebenarnya adalah anak bangsa yang sangat peduli kepada agamanya. Bukan hanya itu, sebenarnya mereka juga sangat peduli kepada bangsa ini, meski dengan yang berbeda agama sekalipun.
Jika kita melihat kadang di lapangan dakwah terjadi gesekan dengan elemen tertentu itu adalah akibat dari sebuah kondisi yang tak bisa dihindari. Mungkin karena kesalahan dilapangan, akibat provokasi, fitnah, hingga serangan para penjahat yang marah kejahatannya dihalangi. Itupun (sebagaimana saya sebutkan di atas) sangat sedikit dibanding aksi kemanusiaan yang tiap hari mereka lakukan tanpa liputan media.
Bandingkan dengan ormas lain yang kerjanya hanya bentrok dan bentrok dengan alasan yang tak jelas dan hampir tak pernah melakukan pembinaan dan aksi sosial di masyarakat kecuali masa kampanye saja. Namun karena yang mereka bela bukan bangsa dan agama, hanya kepentingan politik dan golongan, mereka teramat sangat dimaklumi. Orang tak peduli bahkan menganggap semua itu biasa-biasa saja.
Belum lagi jika kita bicara perang pemikiran dan ideologi, maka sangat wajar jika segala yang berbau Islam akan dirusak citeranya, difitnah dan dirusak nama baiknya, agat umat menjadi alergi hingga ‘membenci’ agamanya sendiri.
Ya, kita memang tak boleh menutupi bahwa organisasi apapun (termasuk FPI) pasti kadang melakukan kesalahan. Ada oknum-oknum yang tidak taat pada aturan lalu bertindak melampaui batas. Juga tak sedikit orang yang kadang mengaku-ngaku anggota FPI, memakai baju FPI, melakukan tindakan tak terpuji, sehingga mencoreng nama baik FPI. Dan itu, menurut sahabat-sahabat saya di FPI sudah pernah terjadi. Berapa kali mereka menangkap orang yang masuk ke dalam demo baik yang dilakukan FPI maupun non FPI, memprovokasi dengan mengenakan baju FPI, padahal bukan anggota FPI.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu melindungi saudara-saudara kita yang ada di FPI, menuntun langkah merek agar selalu dalam kebenaran, dan menjadi salah satu perekat persatuan bangsa dan Umat Islam… Aamiin

Tidak ada komentar